Syekh siti jenar
Mengkaji sejarah merupakan sebuah upaya
yang tidak mudah apalagi bila realitas sejarah tersebut terlah menjadi
opini yang menghegemoni atau hanya sekedar suara simbang yang kurang
dapat dibuktikan. Kenyataan tersebut menimpa sejarah ulama agung, Syeikh
Siti Jenas, Keberadaannya yang misterius membuat pelbagai kalangan
terjebak dalam data-data sejarah yang tidak bisa dibuktikan keabsahannya
sampai sekarang.
Oleh sebab itu, melalui sebuah karya
seorang ulama Jawa TImur, tersohor KH. Abil Fadhol Senori Tuban dalam
karyanya “Ahla al Musamarah Fi Hikayah al-Auliya al Asyrah (Sekelumit
hikmah tentang wali ke sepuluh). Penulis meraba menampilkan sejarah yang
sinkron dengan realitas. Mendengar karya tersebut, tentu kita akan
takjub, sebab selama ini yang terkenal di Jawa sebagai penyebar agama
Islam adalah walisongo atau wali sembilan. Nah KH, ABil Fadhol ingin
menyampaikan realitas abu-abu sejarah yang selama ini terabaikan sebab
realitanya Syeikh Siti Jenar sering di klaim sebagai seorang ulama yang
sesat dan menyesatkan. Gagasan KH. ABil Fadhol sebenarnya kian bergulir
semenjak berpuluh-puluh tahun lalu, tapi karena kehati-hatian beliau
kraya-karya beliau tidak di publikasikan secara umum. Akan tetapi saat
ini banyak karya beliau yang sudah mulai dilirik oleh Kiai-kiai
Pesantren Tanah Jawa, seperti ringkasan Aushah al-Masalik ala al-FIyah Ibnu Malik, Kawakib al-Lamah fi Tahqiq al Musamma bi Ahlussunah Wal Jamaah, Ahlal Musamarah (sebuah
karya yang penulis jadikan rujukan utama dalam biografi Syeikh Siti
Jenar dalam tulisan ini) dll. Bahkan ada karya beliau tentang Syarah Uqud al Juman fi Ilmi al-Balaghah. Yang
belum selesai, karena beliau telah berpulang ke hadiratnya, sehingga
proyek balaghah itu nunggu uluran tangan dari pada Kiai di Indonesia.
Dan kabar yang penulis terima, tak satupun ulama Indonesia pada saat ini
mampu menyelesaikan Maha Karya tersebut. Hanya seorang pakar balaghah
dari Yaman lah yang mampu mencoba menyelesaikan, namun penulis tidak
akan menyinggung banyak tentang KH. Abil Fadhal, tetapi penulis ingin
menuangkan data-data beliau dengan realitas yang penulis jumpai.
Syeikh Siti Jenar mungkin tidak banyak
yang mengetahui asal usulnya dikatakan bahwa beliau berasal dari seekor
cacing yang berubah menjadi manusia, versi yang lain menyebutkan beliau
berasal dari Persia, bahkan ada juga yang mengatakan bahwa beliau
sebagai keturunan seorang empu kerajaan Majapahit.
Bagi penulis sumber-sumber tersebut tidak
dapat disalahkan, akan tetapi juga tidak dapat dibenarkan secara
mutlak, penulis hanya ingin menampilkan sosok Syeikh Siti Jenar alias
Sunan Jepara alias Syeikh Abdul Jalil dengan di dukung beberapa data
yang realistic, dalam sumber yang penulis terima, beliau merupakan
keturunan (cucu) Syeikh Maulana Ishak, Syeikh Maulana Ishak merupakan
saudara kandung Syeikh Ibrahim Asmarakandi dan Siti Asfa yang
dipersunting Raja Romawi.
Syeikh Maulana Ishak merupakan
putra-putri Syeikh Jumadil Kubra yang secara silsilah keturunan sampai
ke Sayyidina Husein, Sayyidina Ali, sampai ke Rasulullah. Walaupun dalam
versi lain yang Syeikh Maulana Ishak merupakan putra dari Syeikh
Ibrahim Asmarakandi. Namun penulis tetap yakin dengan. Syeikh Ibrahim
Asmarakandi menikah dengan Dewi Condro Wulan, putri Cempa yang menjadi
saudara sekandung istri Prabu Brawijaya yang bernama Dewi Marthaningrum,
Prabu Brawijaya (Rungka Wijaya) memiliki banyak istri diantaranya putri
raja Cina yang bernama Dewi Martaningrum (Putri Campa) yang melahirkan
Raden Patah dan Wandan Kuning yang melahirkan Lembu Peteng.
Sedangkan dari pernikahan Syeikh Ibrahim
Asmarakandi dengan Dewi Candrawulan (saudara kandung Dewi Martaningrum,
istri Prabu Brawijaya melahirkan tiga buah hati Raden Raja Pendita Raden
Rahmat (Sunan Ampel) Sayyidah Zaenab. Setelah dewasa Raden Raja Pendita
dan Raden Rahmat mampir ke tanah Jawa untuk mengunjungi bibinya yang
dipersunting Prabu Brawijaya, tatkala akan kembali ke negeri Cempa,
keduanya dilarang oleh Prabu Brawijaya, karena keadaan Cempa yang tidak
aman, maka keduanya pun diberi hadiah sebidang tanag, dan diperbolehkan
untuk menikah dan mukim di tanah Jawa, Raja Pendita menikah dengan anak
Arya Baribea yang bernama Maduretno, sedangkan Raden Rahmat menikah
dengan anak Arya Teja yang bernama Condrowati, dari pernikahan dengan
Condrowati Raden Rahmat dianugerahi 5 putra, sayyidah Syarifah, Sayyidah
Mutmainnah, Sayyidah Hafshah, Sayyid Ibrahim (Sunan Bonang) dan Sayyid
Qosim (Sunan Drajat).
Adapun Syeikh Maulana Ishak menikah
dengan seorang putri Pasa dengan dikaruniai dua orang putra, Siti Sarah
dan Sayyid Abdul Qodir Raden Rahmat (Sunan Ampel) putra Ibrahim
Asmaraqandi menyebarkan Islam di daerah Surabaya, sedangkan pamannya
Syeikh Maulana Ishak meninggalkan istrinya di Pasai menuju ke kerajaan
Blambangan (Jawa Timur Bagian Timur) walaupun tinggal disebuah bukit di
Banyuwangi namun keberadaannya dapat diketahui pihak kerajaan dan beliau
berhasil menyelamatkan kerajaan Blambangan dari bencana, sehingga
beliau pun diberi hadiah Dewi Sekardadu putri Menak Sembuyu, Raja
Blambangan. Pernikahan tersebutlah yang melahirkan Raden Paku Ainul
Yakin (Sunan Giri), Sayyid Abdul Qodir dan Sayyidah Sarah sebagi buah
hatinya tidak mau ketinggalan dengan ayahnya, keduanya mondok di
Pesantren Ampeldenta asuhan Sunan Ampel (yang masih sepupunya) atas
perintah Sang Ayah.
Setelah mumpuni keduanya pun dinikahkan,
Siti Sarah dinikahi oleh Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bin Raden Syakur
(Adipati Wilatikta). Sedangkan Sayyid Abdul Qadir mempunyai himmah untuk
belajar ilmu Tasawuf kepada Sunan Ampel. Diantara teman-temannya dialah
yang sangat paham dalam menyingkap ilmu Tauhid secara tepat, tidak
ingkar dan tidak kufur. Sebab tatkala orang seseorang memahami tauhid
tentu keyakinannya terhadap Tuhan tidak akan ekstrim kanan (ingkar) atau
ekstrim kiri (Kufur) tetapi berada dalam neutral point (Nughtah Muhayyidah)
Kegesitan dalam dunia dakwah melalui
kedalaman teologi (tauhid) menarik simpati pelbagai keluarga Kraton
Majapahit, termasuk Ki Ageng Pengging atau Kebo Kenanga untuk memeluk
agama Islam, Ki Ageng Pengging dan Ki Ageng Tingkir adalah dua sosok
guru yang mendidik Mas Karebet alias Joko Tingkir untuk menjadi manusia
yang saleh ritual, sosial dan intelektual sehingga keberadaan Joko
Tingkir seorang politisi mampu mendamaikan konflik politik antara Arya
Penangsang dapat ditaklukkan, Jaka Tingkir memindahkan pusat kerajaan
Demak ke Pajang dan menyerahkan kekuasaannya ke Sutawijaya. Sedangkan
beliau mengembara dan berdakwah lewat jalur kultural, hingga meninggal
di desa Pringgo Boyo Lamongan. Kesuksesan Ki Ageng Pengging mendidik
Joko Tingkir tak lepas dari peran Sunan Abdul Jalil yang juga lihai
dalam berpolitik.
Bila anda mengkaji literatur tentang
beliau, banyak sekali yang menyebutkan bahwa kematian beliau diakibatkan
karena faktor politik. Sebagaimana telah diteliti oleh Agus Sunyoto
dalam 300 literatur Jawa. Jadi bukan karena ajaran “manunggaling kawulo
gusti” (wahdatul wujud) yang kurang bisa dipahami oleh sebagian
kalangan, memang wali sepuluh menyebarkan Islam tidak dengan kekerasan,
melainkan dengan kearifan, hikmah, mauidhah hasanah, dan mujadalah lewat
mata hati, sehingga akulturasi Budda, Hindu dan Islam adalah sebuah
keniscayaa. Akan tetapi esensi ajaran Islam tetap mendominasi dan tidak
bercampur dengan syirik dan kufur. Pernahkah kita berfikir, andaikan
wali sepuluh memisahkan esensi Islam dengan budaya-budaya non Islam
tersebut, tetu mungkin Islam belum mendarah daging dalam di Pulau Jawa
hingga sekarang.
Sunan Abdul Jalil juga seorang wali yang
juga menempuh metode tersebut, sehingga secara intelektual beliau berada
dalam papan atas. Tak heran apabila banyak kalangan elit Majapahit yang
masuk Islam. Santri-santrinya yang dikhawatirkan mencegah berdiri dan
berkembangnya kerajaan Demak Bintoro. Sungguh sangat kejam hanya demi
tegaknya Negara Syariat, Sunan Abdul Jalil di rendahkan reputasinya dan
dituduh menyebarkan ajaran sesat.
Hal ini dapat anda buktikan dengan
kematian misterius, tanpa diketahi tahun dan tempat eksekusi tersebut.
Sehingga seolah-olah beliau hilang begitu saja. Padahal
santri-santrinyapun aman dan tidak mendapatkan tekanan dari penguasa,
seperti Kiai Ageng Pengging alias Kebo Kenanga yang berhasil mendidik
Joko Tingkir. Konflik antara poyek besar Negara Islam yang berpusat di
Demak Bintoro dan Glagah Wangi Jepara, inilah yang menjadikan nama harum
sebagai Sunan Jepara alias Syeikh Abdul Jalil makamnya yang terletak di
dekat Ratu Kalimanyat (Bupati Pertama Jepara) sampai sekarang banyak
diziarahi orang. Memang proyek Demak Bintoro merupakan garapan
kontraversial, sebabb Raden Patah sebagai pendiri merupakan anak dari
Raden Brawijaya, seolah-olah Demak ingin membangun sebuah kerajaan New
Majapahit versi Islam. Tak heran bila setelah Raden Trenggono wafat
banyak tarik ulur kekuasaan, terutama Glagah Wangi (Jepara) dengan pusat
kearajaan (Demak Bintoro) oleh sebab itu tak heran bila kemudian Joko
Tingkir memindahkannya ke Pajang.
Begitulah sekelumit sejarah tentang
Syeikh Siti Jenar alias Syeikh Abdul Jalil atau Sunan Jepara, lebih
jelasnya anda dapat mengunjungi makamnya dan dapat bertanya kepada juru
kunci makam tersebut. Yang telah menutup rapat-rapat selama
bertahun-tahun. Wallahu ‘alaam
Oleh: Husni Hidayat el-Jufri
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !